Blog

Upaya Memperkuat Kampanye Isu Perkawinan Usia Anak Pada Mitra YKP di 3 Kabupaten Provinsi Jawa Timur

Perkawinan anak adalah pernikahan yang dilakukan di usia anak-anak (menurut UU no 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (batas usia anak-anak adalah dibawah 18 tahun). Perlu ditekankan kembali kepada masyarakat bahwa perkawinan usia anak adalah salah satu bentuk kekerasan.

Sudah banyak upaya yang dilakukan oleh masyarakat pemerhati masalah ini dan capaian yang penting adalah dengan disahkannya revisi UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang memberi batasan umur menikah menjadi 19 tahun. Revisi Undang-Undang Tentang Perkawinan merupakan tindak lanjut atas putusan MK untuk mengubah ketentuan batas usia menikah yang diatur dalam Pasal 7 Ayat (1) UU Perkawinan.

Namun walau sudah jelas ada peraturan yang mengikat, masih saja banyak perkawinan usia anak yang terjadi. Ragam alasan dijadikan landasan, diantaranya adalah faktor budaya, sering ditemui di beberapa wilayah di Indonesia masih ditemui keyakinan bahwa seorang anak perempuan lebih terhormat apabila menjadi janda daripada menjadi perawan tua.

Yang paling sering adalah alasan kemiskinan, dibeberapa daerah miskin terdapat budaya eksploitatif terhadap anak. Anak perempuan di desa-desa tertentu dianggap sebagai komoditas, agar orang tua mendapatkan manfaat ekonomis dari anak perempuan tersebut, mereka dinikahkan pada usia dini. Pada situasi ini, biasanya sang anak perempuan tidak berdaya menghadapi kehendak orang dewasa, baik orang tuanya yang menginginkan perkawinan itu, maupun orang yang mengawini.

Faktor yang lain adalah kurangnya pengetahuan tentang Kespro, sehingga seringkali remaja terperangkap pada kehamilan yang tidak diinginkan dan terpaksa diakhiri dengan pernikahan. Dan masih banyak faktor lainnya yang menjadi pemicu perkawinan anak masih banyak terjadi di Indonesia.

Biasanya faktor penyebab perkawinan usia anak berbeda di tiap daerah tergantung kakateristik masyarakat yang ada. Namun untuk dapat menggali lebih dalam lagi faktor penyebabnya maka dibutuhkan data yang akurat agar bisa menjadi modal dasar kegiatan advokasi untuk mengatasi masalah ini.

Untuk itu Yayasan Kesehatan Perempuan (YKP) merasa perlu untuk memberikan penguatan teknis pengumpulan data yang bisa dijadikan bahan pembuatan media kampanye yang tepat sasaran di beberapa daerah yang menjadi dampingan YKP.

Tahun 2019, YKP telah menerbitkan modul panduan Kampanye untuk Membangun Opini Publik Menggalang Dukungan untuk Agen Perubahan. Dengan adanya modul ini, YKP mengadakan pelatihan dan penguatan kapasitas terkait kampanye dan strategi yang bisa dilakukan dengan mengacu pada modul.

peserta pelatihan dari Kab. Ponorogo

Pelatihan dilakukan dalam 3 gelombang berdasarkan daerah yaitu Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Blitar dan Kabupaten Bojonegoro. Pelatihan yang dilakukan dengan sistem online dengan aplikasi zoom karena masih dalam keadaan pandemi covid-19 ini berlasung dari tanggal 15 Juni hingga 2 Juli 2020.

peserta pelatihan dari Kab. Blitar

Pelatihan virtual ini merupakan pertama bagi YKP. Walau diadakan secara online, YKP berharap ilmu yang disampaikan tetap terserap baik oleh peserta meskipun banyak kendala seperti sinyal yang naik turun, namun harapannya ilmu advokasi kampanye yang disampaikan bisa dimengerti dan bisa diaplikasikan dengan baik.

peserta pelatihan dari Kab. Bojonegoro

Pelatihan ini menghadirkan Dony Hendocahyono yang merupakan salah satu pembina YKP sebagai fasilitator utama pelatihan. Dalam materinya ia menjelaskan kampanye harus didukung dengan basis data yang kuat, terutama mengangkat isu perkawinan usia anak.

Instrumen hukum yang menjadi dasar utama dalam kegiatan kampanye adalah Undang-undang No. 16 tahun 2019 tentang perubahan atas UU No.1 tahun 1974 tentang perkawinan. Perubahan pasal yang dimaksud adalah pasal 7 tentang usia minimum 19 tahun bagi calon pengantin pria maupun wanita. Selain itu juga ada Peraturan Mahkamah Agung nomor 5 tahun 2019 yang mengatur dan memandatkan hakim agar bisa menjadi “orang tua yang adil” bagi anak yang “terpaksa” menikah di usia anak.

Basis data seperti undang-undang, perma dan permenag menjadi penting dalam kampanye. Jika tidak, maka kita akan kalah argumen dalam mengkampanyekan sesuatu. Sehingga tujuan kampanye dalam bentuk tindakan tidak dapat tercapai, seperti yang ditegaskan oleh fasilitator utama.

Data yang dikumpulkan bisa menggunakan metode penelitian kualitatif dengan dipertajam metode etnografi agar bisa memahami dengan benar agar jelas penyebab perkawinan anak di daerah yang menjadi fokus pelatihan ini.

Dalam pelatihan ini juga memberikan hasil beberapa media kampanye yang dibuat oleh peserta berdasarkan apa yang mereka amati selama ini akan penyebab pernikahan usia anak yang terjadi dilingkungan mereka, yang sebagian tugasnya bisa dilihat pada website ini.

Sebagai tindak lanjut, peserta pelatihan diberikan outline yang harus dikerjakan bersama dalam pengumpulan data dimana akan menjadi bahan masukan bagi pemberi kebijakan di daerah masing-masing.

contoh hasil karya peserta pelatihan dalam bentuk visual
contoh hasil karya peserta pelatihan dalam bentuk audio
Audio kampanye yang dibuat oleh Ibu Dhian dari GPP Ponorogo

contoh hasil karya peserta pelatihan dalam bentuk audio visual

Untuk karya video lainnya bisa dilihat di kanal youtube YKP TV