Save All Women and Girls (SAWG), koalisi yang beranggotakan organisasi dan individu yang memiliki fokus kerja pada advokasi pemenuhan hak kesehatan seksual dan reproduksi (HKSR) di Indonesia, menyerukan agar layanan berkenaan kesehatan seksual dan reproduksi, terutama bagi korban kekerasan seksual dan kelompok rentan dalam RUU Kesehatan diatur dengan standar hak asasi manusia dan prinsip layanan yang komprehensif dan berpusat pada pasien.
Akses terhadap layanan KSR yang komprehensif merupakan hak asasi manusia yang fundamental. Ketika akses atas layanan esensial ini tidak terpenuhi maka seluruh spektrum hak yang dimilikinya akan terdampak. Salah satu layanan yang hingga hari ini tidak pernah tersedia adalah pemulihan kesehatan seksual dan reproduksi bagi korban kekerasan seksual meskipun telah diatur dalam berbagai aturan seperti PP 61/2014, Permenkes 3/2016, serta aturan turunan lainnya. Adanya peningkatan kasus kekerasan seksual di tiap tahunnya, perlu disikapi dengan penyediaan layanan yang terkoordinasi, dan terintegrasi mengingat sebagian besar korban kekerasan seksual tidak memiliki akses ke dukungan psikososial, hukum, dan kesehatan yang mereka butuhkan untuk menavigasi kejadian traumatis yang dialami. Dalam hal ini, korban berusia anak menghadapi kerentanan yang berlipat disebabkan oleh tidak mumpuninya layanan pemulihan pasca-perkosaan, termasuk ke layanan aborsi yang aman dan legal. Tak jarang, korban kekerasan seksual yang terpaksa melanjutkan kehamilannya tidak dapat mengakses keseluruhan hak kesehatan seksual reproduksinya.
Salah satu komponen penting HKSR yang perlu diatur dalam RUU Kesehatan adalah perluasan batasan usia kehamilan untuk akses aborsi bagi korban kekerasan seksual hingga 14 minggu; sebagaimana telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Perluasan batasan usia kehamilan ini menjadi penting, karena batasan yang sebelumnya terbatas pada usia 6 minggu terbukti tidak dapat diakses, dan tidak implementatif dalam aplikasinya. Ketiadaan akses kepada layanan aborsi, kurangnya informasi, masih kuatnya stigma, kendala kondisi geografis, juga disparitas sumberdaya adalah beragam faktor penyebabnya. Selain itu, RUU Kesehatan harus memberikan kejelasan hukum dan perlindungan yang kuat bagi individu yang menghadapi kedaruratan medis dalam mengakses layanan aborsi aman. Konsensus global telah menggarisbawahi bahwa akses terhadap layanan aborsi yang aman sangat penting untuk mencegah komplikasi yang mengancam jiwa perempuan. Untuk memastikan perlindungan kesehatan dan hak asasi manusia individu, ketentuan hukum yang jelas dan yang meniadakan interpretasi yang keliru menjadi sangat penting agar layanan bisa sesegera mungkin diakses begitu kehamilan beresiko terdeteksi.
Perihal bedah plastik rekonstruksi juga perlu dipastikan penyelenggaraannya tidak mendiskriminasi agar dapat dinikmati sepenuhnya. Hal ini penting untuk memastikan setiap orang mendapatkan kemanfaatan dari layanan kesehatan secara utuh tanpa terkecuali. Termasuk individu dan kelompok rentan dan tersisihkan karena gender dan/atau seksualitasnya.
Urgensi yang juga perlu ditangkap oleh RUU Kesehatan adalah perlu adanya upaya perbaikan untuk mengatasi kesenjangan yang ada dalam sistem layanan kesehatan di Indonesia. SAWG mendesak pemerintah Indonesia untuk memprioritaskan layanan kesehatan primer, termasuk melanjutkan upaya transformasi sistem kesehatan yang sedang dilakukan, dan memastikan ketersediaan sumberdaya kesehatan, utamanya di daerah rural dan terpencil. Dalam hal ini, penting untuk mengalokasikan dana yang cukup dalam inisiatif kesehatan masyarakat yang memajukan kesehatan perempuan. Anggaran kesehatan reproduksi dalam cakupan kesehatan masyarakat di dalam Anggaran Pembelanjaan Negara (APBN) saat ini, masih terlampau sedikit dan tidak proporsional dengan skala masalah yang ada, sehingga harus diperbaiki agar sejalan dengan tujuan Pemerintah Indonesia untuk menekan AKI dan mencapai sasaran SDGs 2030.
SAWG juga menekankan pentingnya partisipasi dan keterlibatan masyarakat sipil dalam mendukung upaya pencapaian kesehatan dalam RUU Kesehatan. Pendekatan partisipatif ini memastikan bahwa kebijakan yang ditetapkan dapat tepat sasaran. Partisipasi masyarakat pada upaya pencapaian kesehatan selama ini telah berjalan secara organik, dan diharapkan dapat semakin kuat berkontribusi pada penyediaan layanan kesehatan yang berkelanjutan serta efektif menyasar ke penjuru pelosok Indonesia.
Koalisi SAWG menyerukan kepada pemerintah Indonesia untuk menegaskan pentingnya bahasan RUU Kesehatan dalam upaya memajukan kesehatan dan kesejahteraan perempuan. Kami mendesak semua pemangku kepentingan, termasuk pembuat kebijakan, masyarakat sipil, dan publik, untuk tidak mempolitisasi dan terus mengawal proses dan muatan-muatan di dalam RUU Kesehatan. Bersama kita bekerja menuju masa depan di mana hak-hak seksual dan reproduksi sepenuhnya diwujudkan, dilindungi, dan dihormati tanpa stigma dan diskriminasi.
Sumber Press Release dengan judul yang sama. Download Press Release Di Link Bawah: