Gender

Ketidakadilan Gender

Penempatan laki-laki sebagai satu-satunya yang memiliki kekuasaan utama yang dominan dalam berbagai peran; kepemimpinan, politik, modal, moral, hak sosial dan kepemilikan tanah (properti) menjadikan ketidakadilan gender semakin langgeng. Dalam tingkat keluarga, figur ayah juga sering dipandang memiliki kewenangan paling tinggi terhadap perempuan, anak dan harta benda. Sedangkan ibu, dipandang sebagai figur yang lebih identik dengan urusan dapur, makanan dan anak.

Budaya yang menempatkan laki-laki pada posisi sebagai satu-satunya yang memiliki wewenang dalam masyarakat disebut patriarki. Budaya ini juga terjadi pada tingkat yang lebih luas seperti dalam bidang politik, pendidikan, ekonomi, sosial, dan hukum. Budaya patriarki menjadi akar terjadinya dominasi (penguasaan) laki-laki terhadap perempuan. Akhirnya, perempuan hanya dianggap sebagai kelompok pengabdi dan segala sesuatu yang dilakukan oleh perempuan kurang dihargai atau tidak diperhitungkan.

Dalam tingkat individu, patriarki adalah penyebab munculnya berbagai kekerasan yang dialami oleh perempuan. Budaya patriarki akan terus ada jika kita semua tidak berusaha mengubahnya. Sejak dahulu, budaya patriaki sudah muncul dan dilakukan sejak kecil. Contohnya, anak laki-laki diberikan mainan mobil-mobilan dan anak perempuan bermain boneka. Kita juga sering mendengar nasihat “laki-laki tidak boleh menangis” karena akan dianggap cengeng dan lemah. Sedangkan perempuan harus “bersikap lemah lembut” karena akan menjadi ibu yang merawat anak-anak.

Ketidakadilan gender merupakan bentuk pembedaan perlakukan berdasarkan alasan gender. Ketidakadilan gender bisa dialami oleh laki-laki maupun perempuan. Namun, saat ini perempuan lebih banyak mengalami ketidakadilan dibanding laki-laki. Akibatnya, terjadi pembatasan peran terhadap perempuan. Di bawah ini adalah bentuk-bentuk ketidakadilan gender yang sering dialami perempuan.

Subordinasi 

Salah satu jenis kelamin diposisiikan atau dianggap lebih penting,  dan yang lainnya lebih rendah dibanding jenis kelamin lain – Perempuan Lebih rendah dari Laki-laki.

Misalnya ada anggapan bahwa perempuan tidak perlu sekolah tinggi-tinggi, karena akhirnya akan ke dapur juga. Atau aturan jika akan pergi bekerja sebagai buruh migran, istri harus seijin suami, sedangkan suami tidak karena dianggap bisa mengambil keputusan sendiri.

Subordinasi, biasanya lebih banyak dialami oleh perempuan dan perempuan muda. Di bawah ini adalah contoh bentuk subordinasi yang dialami oleh perempuan dan perempuan muda.

Pelabelan (stereotip) 

Secara umum stereotip adalah pelabelan atau penandaan terhadap salah satu jenis kelamin. Stereotip selalu menimbulkan kerugian dan menimbulkan ketidakadilan (khususnya bagi perempuan).

Misalnya: karena masyarakat selalu memiliki anggapan bahwa perempuan lemah dan harus dilindungi dari segala ancaman kekerasan, maka berbagai upaya dilakukan untuk membatasi ruang gerak perempuan dalam mengekspresikan dirinya, misalnya cara berpakaian diatur, jenis pekerjaan maupun keberadaan diruang-ruang publik dibatasi hanya pada waktu-waktu tertentu yang ”dianggap aman”.

Di bawah ini beberapa contoh pelabelan.

Peminggiran (marjinalisasi).

Proses yang mengakibatkan perempuan tidak memiliki akses dan kontrol terhadap sumber daya. Marginalisasi pada perempuan sudah terjadi sejak di rumah tangga dan dalam bentuk diskriminasi atas anggota keluarga laki-laki dan perempuan.

Marginalisasi juga diperkuat oleh adat istiadat maupun tafsir keagamaan. Misalnya sebagian budaya maupun sebagian tafsir keagamaan memberi tempat yang berbeda atas peran perempuan sebagai pemimpin keagamaan atau pemimpin keluarga dan masyarakat.

Menurut data dari badan Pusat Statistik (BPS), Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pada Februari 2018 di Indonesia menyebutkan bahwa TPAK laki-laki sebesar 83,01%, sedangkan TPAK perempuan hanya sebesar 55,44%. Data tersebut di atas membuktikan jika posisi perempuan dalam bidang ekonomi masih di bawah laki-laki. Di bawah ini adalah contoh marjinalisasi terhadap perempuan.

Beban ganda 

Adanya pembagian peran kerja domestik dan kerja publik tanpa disertai dengan pembagian peran yang adil. Ada anggapan bahwa kaum perempuan memiliki sifat memelihara dan rajin, serta tidak cocok untuk menjadi kepala rumah tangga, berakibat semua pekerjaan domestik rumah tangga menjadi tanggungjawab kaum perempuan.

Bahkan bila perempuan bekerja di ranah publik pun, konsekuensinya harus bertanggung jawab atas semua pekerjaan domestik: kebersihan rumah hingga mengasuh anak.

Kekerasan.

Kekerasan merupakan segala bentuk perbuatan yang dilakukan terhadap perempuan yang mengakibatkan penderitaan fisik, psikis, ekonomi, seksual, baik yang dilakukan secara langsung maupun online (daring).


Pin It on Pinterest