Blog

Workshop PUG PPRG Percepatan Penurunan Stunting di Daerah

Indonesia saat ini berada dalam kondisi darurat stunting. Istilah stunting memang masih asing di telinga masyarakat umum Indonesia. Hal ini juga menjadi penyebab semakin tingginya angka stunting di Indonesia. Berdasarkan data Pemantauan Status Gizi, pada tahun 2016 angka prevalensi stunting di Indonesia sebesar 27,5 persen. Artinya sekitar 1 dari 3 balita di Indonesia mengalami stunting. Bahkan pada 2017 meningkat menjadi 29,6 persen. Angka ini menempatkan Indonesia berada pada status kronis, karena WHO mengklasifikasikan negara mengalami status kronis jika angka prevalensinya melebihi 20 persen. Angka ini juga yang menempatkan Indonesia di posisi teratas dengan angka stunting terparah di Asia tenggara. (Chaeroni, 2020). Di tingkat daerah, Data Rikesdas tahun 2019 menyebutkan masih banyak daerah memiliki angka stunting yang tinggi antara lain NTT (43,82%), Sulawesi Barat (40,38%), NTB (37,85%), Gorontalo (34,89).

Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak akibat kurangnya gizi dari masa kehamilan hingga anak berusia dua tahun (1000 hari pertama kehidupan), minimnya asupan nutrisi anak pada 1000 Hari Pertumbuhan Kehidupan (HPK) ini menjadi faktor utama terjadinya stunting. Kondisi ini ditandai dengan tubuh pendek pada anak balita (di bawah 5 tahun) dan anak mengalami keterlambatan berfikir, tanda awal ini akan terlihat pada saat anak menginjak usia 2 tahun.

Stunting menjadi satu masalah besar yang dapat menghambat produktivitas negara dalam beberapa aspek, seperti aspek kesehatan, pertumbuhan penduduk, dan ekonomi. Karena perkembangan negara sangat bergantung pada kualitas generasi dan masyarakatnya, terutama anak dan orang muda.

Terdapat faktor lain yang menyebabkan terjadinya stunting, seperti kebersihan lingkungan/ketersediaan air bersih, pola pengasuhan dalam keluarga, dan juga ketersediaan informasi dan layanan kesehatan yang komprehensif bagi perempuan dan masyarakat. Hal yang paling menjadi perhatian adalah kesehatan reproduksi perempuan dan Ibu baik
sebelum ataupun sesudah memasuki masa kehamilan. Jika kesehatan reproduksi Ibu tidak terpenuhi dengan baik, maka kemungkinan stunting dialami oleh anak akan lebih besar. Kondisi kesehatan Ibu yang buruk serta usia Ibu pada saat hamil yang masih sangat belia juga meningkatkan risiko tersebut, sebab akan terjadi pembagian nutrisi antara tubuh ibu yang masih dalam tahap pertumbuhan dan juga bayi yang berada dalam kandungan.

Berbicara isu stunting, tidak terlepas dari adanya pengaruh ketidak adilan dan ketidaksetaraan gender pada stunting, masih terdapat cara pandang bahwa peran laki-laki dan perempuan belum setara dalam rumah tangga baik dalam pengambilan keputusan, akses sumberdaya dan pengasuhan. Paradigma ini masih melekat pada masyarakat dan pengambil kebijakan mulai dari akar rumput hingga tingkat nasional.

Melihat berbagai kondisi dan faktor diatas, perlu adanya upaya pencegahan dan penanganan stunting yang dilakukan dengan seluruh kontribusi berbagai pihak. Dimana diperlukan strategi dan langkah yang tepat dalam mencapai tujuan ini. Kerjasama yang baik antar pemerintah bersama organisasi/lembaga masyarakat dan masyarakat itu sendiri menjadi faktor penting dan utama dalam hal pencegahan dan penanggulangan stunting.

Disisi lain Indonesia telah mempunyai Inpres 9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan gender (PUG) dalam pembangunan. Mengingat kontek gender saat ini bukan saja laki-laki dan perempuan namun termasuk juga anak, difabel, lansia dan stunting. Sehingga untuk mendorong percepatan penurunan dan penghapusan stunting perlu dipertegas dalam sistim perencanaan dan penganggaran baik di pusat maupun di daerah. Oleh karena itu diperlukan kegiatan bimtek Peningkatan Kapasitas PUG/PPRG Penurunan Stunting di daerah yang menempati posisi 10 teratas tinggi angka stuntingnya.

Kegiatan secara daring ini diikuti oleh 7 (tujuh) provinsi dengan angka stunting tinggi yaitu : NTT, NTB, Sulawesi Barat, Gorontalo, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat dan Sulawesi Tengah dengan peserta dari OPD Driver PUG yaitu Bappeda, Dinas P3A, Keuangan Daerah dan Inspketorat serta OPD yang menangani stunting di daerah.

Tujuan kegiatan ini adalah guna meningkatkan pemahaman peserta terkait gender dalam isu stunting, memperkuat koordinasi antar OPD dalam upaya percepatan penurunan stunting dan meningkatkan kapasitas perencana di 9 OPD di 7 Provinsi dalam melakukan analisis gender menggunakan metode GAP dan mampu menyusun dokumen Gender Budget Statement (GBS) pada kegiatan penurunan stunting sesuai tupoksinya.

(1) Komentar

  1. […] [3]https://ykp.or.id/workshop-dan-bimbingan-teknis-pug-pprg-percepatan-penurunan-stunting-di-daerah/ […]

Komentar ditutup.