Artikel

Memperingati Hari Perempuan Sedunia 2022 Untuk Bersinergi Menyudahi Bias dan Ketidaksetaraan Gender

International Women’s Day atau Hari Perempuan Internasional diperingati setiap tanggal 8 Maret. Di hari peringatan ini seluruh dunia merayakan segala pencapaian yang diraih oleh perempuan dalam berbagai bidang, seperti sosial, ekonomi, dan budaya.

Hari Perempuan Internasional diresmikan sebagai perayaan tahunan oleh PBB pada tahun 1977 silam. Keputusan tersebut diresmikan dengan tujuan untuk memperjuangkan hak perempuan dan mewujudkan perdamaian di dunia.

Dilansir dari situs resminya, International Women’s Day memilih #BreakTheBias sebagai tema kampanye yang diusung karena secara disengaja atau tanpa disadari, bias membuat perempuan sulit untuk maju. Pada kesempatan kali ini, International Women’s Day juga mengajak dunia untuk mematahkan semua bias yang ada di sekitar kita, seperti di komunitas, tempat kerja, sekolah, maupun perguruan tinggi. Dengan begini, kesetaraan terhadap perempuan dapat tercapai, sehingga dunia menjadi lebih beragam, adil, inklusif, dan bebas dari bias, stereotip, maupun diskriminasi.

Bias gender dan ketidaksetaraan gender merupakan fenomena universal dalam sejarah peradaban manusia di seluruh dunia, termasuk di negara kita.

Bias dalam bahasa Indonesia biasanya dikaitkan dengan simpangan, belokan (KBBI Daring). Sedangkan gender adalah perbedaan peran, hak, kewajiban, kuasa, dan kesempatan antara laki-laki dan perempuan dalam kehidupan masyarakat. Jika kelamin bersifat alami (nature), gender bersifat kultural, hasil bentukan sosial dan budaya, bisa sangat bersifat lokal dan berbeda-beda sesuai letak geografisnya, serta mempunyai sifat “menyesuaikan” dengan waktu, sebab gender seseorang berbeda-beda di daerah tertentu, di waktu tertentu pula.Di dalam konteks bias gender, bias muncul melalui kepercayaan terhadap stereotip individu atau kelompok tertentu berdasarkan jenis kelamin, yang mempengaruhi perbedaan perlakuan antara laki-laki dan perempuan.

Secara tradisional, manusia di seluruh dunia tertata dalam hubungan masyarakat patriarkis, yaitu pria diposisikan superior terhadap perempuan. bahkan di zaman teknologi yang telah berkembang begitu pesat, dan perempuan memiliki akses di bidang pendidikan yang sama dan setara dengan laki-laki,  bias gender masih terus bertahan contohnya, masih ada anggapan bahwa wanita memiliki sifat pemelihara dan rajin, tidak cocok untuk menjadi kepala rumah tangga, yang berakibat semua pekerjaan domestik adalah tanggung jawab perempuan.

Bias gender ini selanjutnya menciptakan ketidaksetaraan gender yang terjadi hampir di semua lini kehidupan dan institusi. Di dalam rumah tangga, di dunia pendidikan, praktik jurnalisme, dan lain-lain.

Kesetaraan gender itu bukan berarti laki-laki dan perempuan menjadi sama. Kesetaraan gender itu berarti semua orang dari semua gender memiliki hak, tanggung jawab, dan kesempatan yang sama. hal ini juga yang juga menjadi penekanan dalam upaya meningkatkan pemahaman terkeit tema yang diangkat International Women’s Day di situs resminya.

Ada beberapa temuan menarik di dalam laporan Worldbank 2020 mengenai kesetaraan gender di Indonesia. Salah satunya ialah adanya paradoks bahwa meskipun perempuan Indonesia memiliki akses terhadap pendidikan (tingkat partisipasi pendidikan tinggi), hal itu tidak berlanjut dengan tingginya partisipasi perempuan dalam kegiatan ekonomi. Artinya, meskipun partisipasi gender dalam pendidikan tinggi, kesetaraan gender belum dicapai sepenuhnya.

Laporan tersebut lebih lanjut menjelaskan bahwa hal ini terkait erat dengan norma dan praktik yang berlaku di dalam masyarakat mengenai peran laki-laki dan perempuan sehingga mempengaruhi kesempatan perempuan terkait pendidikan, profesi, dan akses terhadap infrastruktur. Beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya kesetaraan gender, di antaranya usia pernikahan yang terlalu dini serta pembagian tanggung jawab mengasuh anak yang tidak seimbang. Laporan tersebut juga menyebutkan faktor struktural seperti banyak perempuan bekerja di sektor informal dan kegiatan ekonomi yang produktivitasnya rendah.

Untuk mewujudkan hak akan hasil pendidikan bagi perempuan yang mendukung pencapaian berkeadilan, merupakan pekerjaan besar yang masih perlu selalu meningkatkan pemahaman tentang kesetaraan dan upaya bersama masyarakat dan pemerintah.

Kita masih harus membenahi norma terkait peran perempuan dalam hal-hal seperti profesi, peran di masyarakat, dan peran di ranah domestik termasuk pengasuhan anak. Selain itu, diperlukan pula perubahan kebijakan yang lebih ramah perempuan terkait dengan peran dan kebutuhan mereka. Contohnya kebijakan yang memudahkan perempuan untuk kembali bekerja setelah jeda mengasuh anak, kebijakan kerja fleksibel yang mengakomodasi kebutuhan domestik, bahkan kebijakan untuk menyediakan pengasuhan anak untuk orangtua yang bekerja.

Sayangnya, di Indonesia saat ini tengah gencar gagasan untuk kembali menarik perempuan ke ranah domestik rumah tangga. Benar memang, pergerakan perempuan-perempuan Indonesia zaman sekarang lebih maju dari sebelumnya. Tapi di saat yang sama, tarikan perempuan kembali ke zona domestik juga sedang besar-besarnya. Misalnya, ya seperti anjuran ‘enggak apa-apa perempuan sekolah tinggi, tapi harus ingat kodratnya adalah menjaga anak di rumah’, Hal ini diungkap oleh Indry Okraviani, aktivis kesetaraan gender dari Koalisi Perempuan Indonesia yang dikutip dari kolom tirto.id. Kesalahpahaman tentang beda kodrat dan konstruksi gender ini bisa jadi sebuah senjata yang menyerang kebebasan perempuan. Dibesarkan budaya patriaki yang mencampuradukan antara jenis kelamin dan gender yang memang membuat pria dan wanita sering susah membedakannya.

Menurut Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) di situs resminya, dalam 10 tahun ini, terakhir tren Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Indeks Pembangunan Gender (IPG), dan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) secara garis besar menunjukkan peningkatan, namun masih banyak perempuan yang belum mendapatkan haknya. Padahal perempuan merupakan kekuatan dalam seluruh sendi kehidupan. Masa depan bangsa ini turut bergantung kepada sejauh mana perempuan bisa mengambil peran, mendapatkan kesempatan yang sama, dan membuat perubahan.

Selama bertahun-tahun perempuan telah menunjukkan kekuatan yang terbukti dan harus diperhitungkan di banyak sektor mulai dari seni, sains, olahraga, hingga politik. Jadi sekarang bukan lagi tentang memecahkan hambatan, melainkan bersama mendukung dan berupaya untuk mematahkan semua bias yang ada saat ini.

Dirangkum dari berbagai sumber

(1) Komentar

  1. […]  Yayasan Kesehatan Perempuan. (2022). Memperingati Hari Perempuan Sedunia 2022 untuk Bersinergi Menyudahi Bias dan Ketidaksetaraan Gender. Diakses dari: https://ykp.or.id/memperingati-hari-perempuan-sedunia-2022-untuk-bersinergi-menyudahi-bias-dan-ketid… […]

Komentar ditutup.