Blog

Thursday’s Talk 8.1: Penanganan Perempuan Korban Perkosaan Yang Komprehensif (Aspek Penanganan Hukum & Layanan Kesehatan)

Komnas Perempuan telah mencatat dalam Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan 2020 bahwa terdapat 431.471 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan disepanjang tahun 2019 yang tercatat dari berbagai lembaga layanan dan pendampingan kasus. Dari data tersebut ada 2.807 kasus Kekerasan Seksual dalam ranah personal/privat. Kekerasan Seksual sendiri merupakan kekerasan tertinggi kedua setelah kekerasan fisik dalam ranah persona/privat, dan pelaku kekerasan tertinggi adalah pacar dan ayah kandung. Hal ini membuktikan bahwa pelaku dan korban kekerasan bisa dialami oleh siapa aja dan kapan saja karena pelaku bisa jadi orang yang selama ini dipercaya dan paling dekat dengan korban.

Salah satu kekerasan seksual yang saat ini masih tinggi angkanya yaitu perkosaan. Perkosaan merupakan kekerasan seksual yang saat ini masih terbatas definisinya di mata hukum sepeerti dalam KUHP Pasal 285 yang berbunyi “Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.” Definisi perkosaan yang ada di KUHP masih terbatas pada persetubuhan di luar perkawinan dan pada hubungan seksual harus dengan penetrasi alat kelamin dimana hal ini sudah tidak relevan lagi.

Pemerkosaan atau kekerasan seksual adalah salah satu hal terburuk dan terberat yang dapat dialami perempuan.  Korban mengalami sekaligus luka fisik dan trauma psikologis yang membutuhkan waktu untuk sembuh

Bagaimana penanganan kasus perkosaan bagi perempuan baik dari aspek hukum dan aspek kesehatannya? Untuk layanan kesehatan diatur dalam Undang-Undang Kesehatan No 36 tahun 2009 dimana perempuan korban perkosaan yang mengalami kehamilan berhak mendapatkan layanan aborsi aman dibawah tanggung jawab Kementerian Kesehatan yang sangat disayangkan sampai saat ini belum dapat diakses oleh perempuan korban perkosaan.

Beragam upaya telah dilakukan mendorong pemerintah terkait untuk segera menyediakan perlindungan dari aspek hukum dan aspek kesehatan namun ada saja kekhawatiran pihak-pihak lain yang melihat layanan aborsi aman bagi korban perkosaan ini sesuatu yang illegal sesuatu yang melanggar aspek budaya agama. Untuk itu perlu dilakukan upaya penyadaran kepada banyak pihak termasuk masyarakat membahas dukungan apa yang dapat diberikan dan bagaimana  penanganan korban perkosaan yang komprhensif baik hukum dan pemenuhan hak kesehatannya pada diskusi Thursday’s Talk Episode 8.1 dengan judul Penanganan Korban Perkosaan yang Komprehensif

NARASUMBER

  1. LBH Jakarta (Penanganan Korban Kekerasan dalam Aspek Hukum) dalam konfirmasi
  2. Veni Siregar – Koordinator Seknas Forum Pengada Layanan – (Peluang dan Kebutuhan Korban Perkosaan dari Aspek Hukum dan Layanan Kesehatan)
  3. Ika Ayu – SAWG (Save All Womens and Girls) – (Alternatif dan Dukungan Kelompok Korban Perkosaan)