Artikel

Wujudkan Hak Anak Untuk Hidup Sehat Tanpa Kekerasan

Peringatan Hari Anak Nasional (HAN) 2025 di Indonesia jatuh pada tanggal 23 Juli setiap tahunnya. Momen tersebut bertujuan sebagai bentuk penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak anak sebagai generasi penerus bangsa. Dengan mengusung tema ‘Anak Hebat, Indonesia Kuat menuju Indonesia Emas 2045’, perayaan Hari Anak Nasional bisa menjadi pengingat betapa penting posisi anak-anak hari ini terhadap masa depan bangsanya sendiri. 

Pemenuhan hak anak merupakan salah satu pilar utama dalam membangun generasi yang sehat, cerdas, dan berdaya. Di Indonesia, hak anak diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, yang mencakup hak atas pendidikan, kesehatan, perlindungan dari kekerasan, dan perkembangan optimal. 

Salah satu aspek penting dari pemenuhan hak anak adalah akses terhadap informasi dan layanan kesehatan,namun pemenuhan hak ini terasa belum menyentuh kebutuhan dasar anak, yaitu kesehatan reproduksi. Realitas di lapangan menunjukkan bahwa pemenuhan hak kesehatan terutama kesehatan reproduksi masih menghadapi tantangan besar, yang berdampak pada pemenuhan hak anak secara keseluruhan. Padahal, hak anak dan hak kesehatan reproduksi saling terkait erat karena anak juga bagian dari siklus hidup, dimana anak akan bersiap menuju fase remaja.  Menurut WHO, remaja (usia 10-24 tahun) mengalami perubahan biologis, psikologis, dan sosial yang signifikan, termasuk perkembangan organ reproduksi dan kematangan seksual. 

Hak anak lain yang perlu dipenuhi oleh semua pihak adalah hak untuk mendapatkan perlindungan untuk bebas dari segala bentuk kekerasan. Banyak data menunjukkan bahwa masih banyak anak yang belum merasakan perlindungan yang layak. Anak perempuan, secara khusus, masih menjadi kelompok rentan terhadap kekerasan, terutama kekerasan seksual. Data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan sepanjang tahun 2023, menerima laporan sebanyak 3.547 mengenai insiden kekerasan seksual terhadap anak. 

Berbagai faktor menyumbang pada masih banyak terjadinya kekerasan seksual pada anak, mulai dari kurangnya edukasi tentang kesehatan reproduksi dan seksualitas, budaya patriarki yang mengakar kuat, hingga sistem hukum yang belum sepenuhnya berpihak kepada korban terutama hak anak. Masih banyak anak tidak mengetahui batasan tubuh mereka, tidak tahu cara meminta bantuan, dan ketika mereka melapor, tidak sedikit yang justru disalahkan atau tidak dipercaya. Hal ini menciptakan siklus diam yang memperparah luka pada anak.

Tindakan pencegahan, penanganan dan perlindungan bagi anak agar terbebas dari kekerasan, sungguh sebuah keharusan yang disediakan oleh negara. Kita sebagai masyarakat perlu berefleksi apakah kita sudah menyediakan lingkungan yang aman bagi anak untuk tumbuh dan berkembang, memastikan tidak adanya pengabaian pada hak anak yang akan mengancam masa depannya. Anak dengan kerentanannya bukan menjadi sebuah identitas yang harus dieksploitasi, adalah tugas kita memastikan anak dengan kerentanan mereka masing-masing tetap mendapatkan dukungan untuk membantu mereka memiliki kekuatan dan kapasitas yang diperlukan. Selamat Hari Anak Nasional.

Penulis: Nanda Dwinta Sari & Ahmad Fauzi