Kementerian Dalam Negeri RI mencatat ada 344.039 organisasi masyarakat (ormas) atau lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang tercatat di Indonesia pada tahun 2017 dan jumlahnya naik menjadi 512.997 organisasi masyarakat pada tahun 2022. Akar sejarah organisasi masyarakat di Indonesia, bisa dirunut semenjak terjadinya perubahan sosial ekonomi pada masa kolonial, terutama ketika kapitalisme mulai diperkenalkan oleh Belanda. Hal tersebut mendorong terjadinya pembentukan sosial melalui proses industrialisasi, urbanisasi dan pendidikan modern. Oleh karena itu, timbul kesadaran di kalangan kaum elit pribumi yang kemudian mendorong terbentuknya organisasi-organisasi sosial modern di awal abad ke 20. Hal ini melahirkan adanya pembentukan organisasi masyarakat atau civil society di Indonesia.
Era modern saat ini, ormas telah mengalami perkembangan dan kemajuan yang pesat baik secara kuantitas maupun kualitas di seluruh Indonesia baik di perkotaan maupun di pedesaan sehingga kebijakan-kebijakan pun dibuat untuk mengatur dan mengawal gerak ormas, aturan yang makin ketat dan spesifik diharapkan dapat mengawal kegiatan dan program ormas berjalan sesuai dengan aturan.
Dengan begitu, esensi ormas dapat tercapai yakni untuk mendorong dan membantu percepatan pembangunan bangsa dan negara.
Namun, ormas seringkali mendapatkan stigma tertentu oleh masyarakat. Misalnya ormas dianggap menjadi sebuah wadah/perkumpulan orang-orang yang hanya ingin mencari keuntungan tanpa mementingkan pemberdayaan masyarakat dan tujuan dari visi dan misi ormas itu sendiri. Selain itu, aktivis–seseorang yang bekerja di sebuah ormas–yang memperjuangkan hak-hak tertentu kerap kali dianggap sebagai pemberontak, melawan pemerintah, kritis dan tidak bisa diatur. Namun, banyak juga tokoh masyarakat, tokoh negara, tokoh pemerintah, tokoh agama juga lahir dari organisasi masyarakat karena kritis mengungkapkan pendapat dalam memperjuangkan perubahan sosial yang lebih adil.
Di tengah budaya dan tradisi patriarki, tidak banyak perempuan aktif berada di tengah organisasi masyarakat karena perempuan selama ini hanya ditempatkan di lingkungan domestik. Namun, tidak bagi Ibu Zumrotin K Susilo, seorang perempuan lansia yang telah menggeluti dunia aktivisme selama kurang lebih 48 tahun. Pengalaman beliau yang sangat panjang dalam memperjuangkan hak-hak sipil berkontribusi besar pada pembangunan negara dan pemberdayaan masyarakat khususnya pada isu HAM dan perempuan. Tidak hanya pengalaman dalam berorganisasi, beliau juga sudah banyak mencetak prestasi dalam melakukan advokasi baik di tingkat nasional maupun di tingkat global. Beliau layak dijuluki sebagai Ibu LSM Indonesia.
Dalam program Podcast PowerPuan Ibu Zumrotin bercerita lebih lanjut perjalanannya berkarir sebagai aktivis HAM dan Perempuan, dan bagaimana beliau berkomitmen selama kurang lebih 48 tahun untuk tetap berada di jalur aktivisme dan memperjuangkan HAM dan Perempuan secara konsisten dan tangguh.