Dokumentasi Video

Selingkuh Juga Bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Komnas Perempuan telah mencatat dalam CATAHU (Catatan Tahunan) tahun 2023 terdapat 401.975 kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi sepanjang tahun 2022.  Jenis kekerasan berbasis gender terhadap perempuan di ranah personal berdasarkan angka pengaduan Komnas Perempuan dan Lembaga Layanan masih memiliki angka tinggi dan kekerasan terhadap istri merupakan jumlah tertinggi, yakni 1.573 di lembaga layanan dan 674 di Komnas Perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa perempuan masih memiliki kerentanan terhadap kekerasan di dalam sebuah relasi personal misalnya dalam pernikahan yang sering kali dianggap menjadi ruang aman bagi perempuan.

Kekerasan berbasis gender terhadap perempuan pada ranah personal biasanya terjadi karena adanya hubungan antara pelaku dan korban serta adanya relasi kuasa hegemonik yang menyebabkan para korban memiliki kesulitan untuk keluar dari kekerasan secara cepat. Dalam hal ini, istri akan lebih rentan mengalami kekerasan karena relasi kuasa yang dimiliki oleh suami yang biasanya dianggap sebagai pemimpin dan pengambil keputusan dalam rumah tangga. Kekerasan yang terjadi dalam jangka panjang dan terus-menerus pada akhirnya mengarah pada penyiksaan di ruang domestik atau rumah tangga. Sayangnya, mayoritas yang terjadi istri akan lebih memilih untuk bertahan karena adanya faktor ketergantungan secara finansial, ketakutan akan stigma jika memilih untuk bercerai, anak akan kehilangan sosok ayah, dan pertimbangan lainnya yang tidak ada kaitannya dengan kepentingan yang terbaik untuk istri itu sendiri. 

Kecenderungan perempuan untuk bergantung pada pasangan dan menormalisasikan kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga seringkali dimanfaatkan oleh laki-laki untuk tidak memberikan penghargaan perempuan dan keberadaan perempuan yang setara di ranah relasi. Misalnya yang banyak diberitakan oleh media akhir-akhir ini yaitu perselingkuhan yang dilakukan oleh suami yang diunggah di sosial media secara pribadi oleh istri ataupun keluarganya yang bertujuan untuk menghukum pelaku perselingkuhan maupun untuk mendapatkan dukungan dari publik. Mirisnya, pemberitaan perselingkuhan ini hampir ditemukan di setiap platform sosial media dan paling sering muncul menjadi tren topik sehari-hari dengan korban dan pelaku yang berbeda-beda. 

Perselingkuhan merupakan jenis kekerasan berbasis gender terhadap perempuan yang masuk dalam kategori bentuk kekerasan psikis dan seksual. Sayangnya, seringkali perselingkuhan tidak dianggap sebagai bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) karena tidak berdampak secara fisik. Padahal, dampak dari korban perselingkuhan bisa menyebabkan para korban trauma secara psikologis berkepanjangan, serta dampak ekonomi maupun seksual yang tidak disadari secara langsung oleh korban.

Pemberitaan tentang perselingkuhan hampir ditemukan di setiap platform sosial media dan seakan menjadi tren atau masalah yang biasa terjadi pada setiap pasangan yang menikah maupun tidak menikah. Namun, tahukah anda masalah perselingkuhan bukan hanya masalah hubungan pribadi, tetapi juga bisa menjadi bentuk kekerasan berbasis gender yang serius?.

Dalam Episode Podcast PowerPuan dijelajahi bagaimana perselingkuhan mempengaruhi individu dan hubungan serta peran gender dalam dinamika kekerasan ini. Temukan cara-cara untuk membangun kembali kepercayaan dan keharmonisan dalam hubungan yang telah terluka dari Kak Ayu R Yolanda Sari seorang spesialis isu Gender, Seksualitas, dan Kesehatan Mental.

Ikuti terus podcast Powerpuan sebagai media berbagi informasi seputar hak kesehatan seksual dan reproduksi (HKSR) dimana semua pihak termasuk perempuan dan orang muda dapat mengetahui apa saja yang menjadi hak dan kewajibannya seputar Kespro dan bersama-sama menyuarakan pemenuhan pelayanan kesehatan reproduksi yang komprehensif.