Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR) merupakan hak dasar individu yang harus dipenuhi. Pembahasan Kesehatan Reproduksi memiliki lingkup yang sangat luas, mulai dari kesehatan alat reproduksi itu sendiri, kesehatan mental, fisik, dan psikis. Hal ini demi menjamin terwujudnya kualitas kehidupan generasi yang lebih baik.
Kebijakan yang berkaitan dengan HKSR telah banyak diterbitkan oleh pemerintah. Mulai dari UU No. 36 tahun 2009, PP No. 61 tahun 2014, hingga pembasahan mengenai aborsi aman pada PMK No. 3 tahun 2016, UU TPKS beserta turunannya serta UU Kesehatan terbaru. Kebijakan-kebijakan ini diharapkan mampu mengakomodir terpenuhinya informasi serta layanan kesehatan reproduksi yang komprehensif dan inklusif, yang aman, bermutu, dan terjangkau bagi masyarakat.
Sejak tahun 2020, pembahasan mengenai pemenuhan layanan HKSR yang komprehensif khususnya bagi korban kekerasan seksual muncul dengan cukup masif, karena mulai tahun tersebut angka kasus kekerasan seksual yang berujung pada kematian meningkat termasuk pada kasus aborsi. Hal ini menjadi perhatian berbagai pihak, karena seharusnya layanan yang aman dan terjamin disediakan dengan benar oleh pemerintah. Namun meski regulasi baru telah diterbitkan, akses layanan belum sepenuhnya hadir. Selain karena aturan turunan belum tersedia, komitmen atas penyelenggaraan layanan kesehatan seksual dan reproduksi serta aborsi aman masih terkendala stigma yang kuat.
Pembahasan mengenai Aborsi aman saat ini diatur dalam UU KUHP No.1 tahun 2023, dan UU Kesehatan No.17 tahun 2023. Terdapat beberapa perubahan pada kebijakan-kebijakan tersebut, diantaranya terkait usia kehamilan yang dapat mendapatkan akses aborsi aman adalah hingga usia 14 minggu dan perubahan pada indikasi dari korban perkosaan menjadi korban kekerasan seksual, hal ini menunjukkan perubahan yang baik dan bermakna. Dengan adanya perubahan ini, kita juga harus tetap menyadari bahwa kebijakan-kebijakan tersebut rentan untuk tidak diimplementasikan karena masih terdapat pasal lain yang melakukan kriminalisasi terhadap upaya-upaya pendukung untuk mengakses aborsi aman. Selain itu, komitmen penyediaan layanan juga belum sepenuhnya hadir. Adanya usulan untuk memberikan persyaratan berlapis untuk mengakses aborsi juga menjadi wacana dominan dalam hal penyusunan aturan turunan atas akses aborsi.
Yayasan Kesehatan Perempuan, sebagai sebuah organisasi yang fokus pada pemenuhan HKSR Komprehensif, secara konsisten telah mengawal setiap proses penyediaan layanan HKSR termasuk aborsi aman. Upaya-upaya advokasi terus dilakukan bersama dengan organisasi lain dan bahkan pemerintah. Namun, hasil yang signifikan masih belum terlihat. Banyak faktor yang menyebabkan ini terjadi, diantaranya masih adanya penolakan di lingkup masyarakat dan pemerintah terkait pengadaan layanan aborsi aman ini, hal ini dipengaruhi oleh pemahaman dan nilai yang diyakini oleh individu terkait.
Dalam PowerPuan Podcast hal tersebut didiskusikan bersama dengan Ibu Ninuk Widyantoro, aktivis dan pendiri Yayasan Kesehatan Perempuan (YKP) bersama Nanda Dwinta Sari – Direktur YKP yang berbagi tentang hambatan, tantangan dan realita dalam pemenuhan layanan HKSR dan aborsi aman yang Komprehensif yang telah diperjuangkan YKP selama lebih dari 20 tahun. Simak penjelasan lengkapnya di kanal youtube dan spotify YKP.